seword.com- Pesta-pora mantu Kahiyang menghasilkan peluang aliansi baru politik. Undangan mantu membuat perubahan landscape politik terjadi. Tanpa ampun Jokowi mengambil langkah tak terduga. Memaksa SBY merapat ke barisannya. Caranya? Ya itu. Lewat undangan pernikahan Kahiyang-Bobby. Penjajagan aliansi Jokowi-SBY dangan telak dipastikan menghancurkan Anies-Prabowo ke jurang kenistaan dan paria politik Indonesia. Kok lewat mantu? Iya lewat mantu.
Mantu bagi kalangan orang Jawa seperti Jokowi dan SBY adalah simbol kehormatan diri bagi yang diundang dan yang mengundang. Tidak hadir di acara mantu seseorang adalah simbol atau tanda posisi tamu atau pemilik hajatan, menggambarkan kedekatan atau kejauhan suatu hubungan. Maka lewat acara mantu Jokowi, publik akan menonton satu simbol dan tanda tentang kedekatan politis Jokowi-SBY.
Pandangan Politik SBY
Politik itu cair. Benar. Namun tidak selalu bagi SBY. Dia memiliki pandangan sendiri yang kadang mencengangkan, kali lain luar biasa, sesekali blunder, banyak kesempatan melawan kewarasan, dan ketidaknormalan. Dia adalah politikus sejati. Dia adalah pemraktik seluruh teori text-book tentang politik. Politik adalah kekuasaan, kekuasaan adalah uang, uang adalah kekuatan, dan kekuatan dan uang untuk kekuasaaan dan politik. Intinya: politik adalah uang-kekuasaan-kekuatan-uang lagi.
Dengan pandangan politik seperti ini, maka catatan SBY adalah catatan langkah dan kelakuan politik dia menjadi berwarna-warni yang bisa membuat anak bayi saja tertawa ngakak tanpa tahu maknanya. Dia memenjarakan hampir seluruh pentolan Demokrat: Anas, Angie, Andi, Sutan, Nazar, dkk. Dia mengusulkan pilkada tidak langsung. Dia membesarkan dengan cara membiarkan paham Islam radikal bertumbuh di zamannya: HTI, FPI, FUI, dan aneka majlis taklim underground tumbuh pesat dan penguasaan masjid oleh kelompok Islam radikal di seluruh Indonesia.
Pun dia membesarkan kroni politik dan ekonomi yang hingga kini tidak bisa dibongkar akibat besaran dana dan uang yang telanjur dicuri oleh manusia mafia seperti Reza Chalid, dan politikus dan birokrat – yang diuntungkan oleh kebijakan SBY, yang rapi menjadi ATM tampa batas untuk seluruh aktivitas gerakan politik berjarak yang sangat cerdas (baca: licik, culas, kejam, ingat politik menghalalkan segala cara) dipraktikkan.
Saking percayanya dia kepada politik sebagai tujuan, SBY pun menyetujui bisikan sesat yakni merangkul dan memraktikkan politik identitas Islam radikal seperti yang tercermin di Pilkada DKI 2017, ketika SBY menjadi provokator utama kriminalisasi Ahok. Praktik politik identitas Islam radikal yang menghancurkan seluruh tatanan, kesopanan, karakter, kepribadian, kehormatan, dan bahkan mengancam keutuhan NKRI. Itulah gambaran SBY.
Jokowi Suhu Politik yang Mendengarkan
Politik itu cair juga untuk Jokowi. Namun sesungguhnya Jokowi adalah suhu politik dengan intuisi yang luar biasa. Dan, itu hanya bisa dipahami oleh manusia dengan kemampuan pendekatan yang bukan standard. Bagi yang hanya memiliki kemampuan pas-pasan tanpa intuisi ilahiah, ketuhanan, dan spiritualisme, yang mencoba menebak pikiran dan langkah Jokowi dipastikan akan terhempas ke kekeliruan dan kesalahan pikir, tersesat ke lubang magma kemaluan: salah prediksi.
Jokowi adalah antitesa SBY. Namun masih ditambah dengan hal yang tidak pernah dimiliki oleh presiden RI manapun selaian Bung Karno dan Gus Dur: kesederhanaan, ketulusan, kejujuran, nasionalisme, dan determinasi. Plus, Jokowi tidak memiliki hutang politik terlalu banyak (oleh sebab itu dia juga kadang tidak banyak tahu tentang high political and economical struggles within and outside his circle) yang terkadang justru membahayakan bagi dirinya. Ini Jokowi harus paham dan mendengarkan dari the unexpected dan bahkan mungkin unwanted and uninvited parties. Meskipun di dalam kekuasaan Jokowi memiliki seluruh (lembaga-lembaga) intelejen yang berada di bahwanya. Termasuk dalam melihat SBY tentu.
Jokowi paham manusia seperti SBY ini pikirannya dipenuhi oleh kehormatan semu. Dulu dalam pernikahan Gibran-Silvi, manusia ini tidak datang karena perhitungan politik culunnya: melawan seluruh legitimasi upaya membangun oleh Jokowi dengan cara mendelegitimasi seluruh kinerja Jokowi. Hasilnya SBY paham melawan Jokowi menghasilkan derita malu tak terkira. Tanpa ampun Jokowi membeberkan ratusan proyek mangkrak seperti yang fenomenal adalah Monumen Hambalang.
Di samping itu, skondan dan the Operators terus bekerja mengulik dan menguliti setiap hal yang dibutuhkan oleh Jokowi untuk menghadapi intrik-intrik politik, termasuk sepak terjang SBY di dalam politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Pun fatsun politik SBY sungguh-sungguh aneh termasuk memeluk dan menggunakan politik identitas Islam radikal. Jokowi listens to people, dia memang mendengarkan. Ini diakui kawan dan lawan.
Dari Gibran-Agus ke Akhir Politik Prabowo-Anies
Tahapan pendekatan itu dimulai sejak Agus bertemu Gibran. Itu adalah testing the water. Mereka sebagai duta ngomong ke papa masing-masing: Papa SBY dan Papa Jokowi. Lalu selanjutnya upaya itu lalu dilanjutkan SBY diundang dan disatuatapkan dengan Mega. Lalu Agus mengunjungi Ahok.
Lalu puncaknya SBY diundang ke Istana oleh Jokowi untuk diundang menghadiri pesta-pora kehormatan mantu Kahiyang-Bobby. Jokowi paham masalah ini. Dulu tidak datang ke pesta Gibran dan hanya mengutus Ibas dan menantunya.
Pertemuan di Istana antara SBY dan Jokowi menjadi titik temu untuk membuka peluang untuk mengakhiri politik kisruh yang dimainkan oleh SBY dan Prabowo. Politik yang membelah dan bipolar yang dibangun, dengan niatan SBY untuk menguasai dan berperan dihancurkan oleh kesalahan strategi yang tak pernah SBY dan Prabowo duga. Politik out of the box, dan politik santun penuh perhitungan dengan tujuan lurus dan jelas: NKRI dan rakyat.
Naiknya Anies secara tidak langsung menghancurkan peluang Prabowo dan Anies sendiri. Justru Agus menjadi contender dan calon potensial yang bersih – kecuali sebagai mantu koruptor Aulia Pohan. Aliansi Demokrat dan PAN sudah cukup menghancurkan Prabowo dan Anies. Pun Jokowi paham SBY tidak akan meng-endorse Prabowo dan Anies.
PKS dan Gerindra pun tidak akan memberi ruang kepada Agus. Alhasil dengan perpecahan partai Demokrat-PAN dan Gerindra-PKS, keempat partai ini tidak akan bisa mengajukan calonnya masing-masing. (Kecuali ada campur tangan gelontoran uang untuk membeli partai. Juga intervensi para mafia yang tidak bisa dibayangkan oleh publik umum – yang bahkan Presiden Jokowi tidak memiliki seluruh petanya).
Untuk itu, secara sadar SBY melihat dengan penuh keterpaksaan dan menerima uluran tangan strategi menghempaskan Prabowo dari percaturan politik Indonesia. SBY disadarkan bahwa jika Anies dan Prabowo maju bareng pun tidak ada partai yang mau mendukung selain Gerindra dan PKS.
Fakta politik lainnya adalah dukungan kepada Jokowi dan survei juga menempatkan Jokowi sebagai calon yang susah untuk dikalahkan. SBY juga tidak akan bisa mengusung calon sendiri tanpa menarik satu partai pendukung Jokowi. Hal yang mustahil.
Bahkan skenario Jokowi-Agus pun dimungkinkan. Jika itu terjadi maka bisa menjadikan Pilpres calon tunggal. Untuk menghindarinya SBY diundang untuk ikut bermain politik oleh Jokowi. Itu bola panas yang harus dimainkan dengan pertaruhan posisi SBY dan kekuarganya. Sampai jumpa SBY di Graha Saba Paripurna Solo, 8 November 2019. Kalau boleh SBY bawa cucu Airlangga dan pertemukan dengan Jan Ethes Srinarendra cucu Jokowi bakalan seru. Demikian the Operators. Salam bahagia ala saya.
sumber:
0 Response to "Tanpa Ampun! Lewat Kahiyang, Jokowi-SBY Benamkan Prabowo-Anies Sekaligus"
Posting Komentar