Ahok, Sang Pemimpin Kepanjangan Tangan Tuhan




Sebuah kisah dari buku saya yang cukup menarik untuk disimak, merupakan ringkasan perjalanan Ahok, ketika memimpin Jakarta. Walaupun Bapak Basuki (Ahok), yang sekarang di penjara, diduga menista Agama, namun masih ada secuil harapan dari penjara, Gusti Ora Sare!.


Walaupun Ahok menjadi korban ‘kekinian’ kaum radikal, intoleran dan pejabat yang hobby korupsi, namun nama Ahok semakin harum setelah di penjara, sejuta bunga papan menghiasi Balai Kota, dengan 1.000 lilin yang menerangi Jakarta, juga menerangi bumi Indonesia, bahkan seluruh dunia.

Banyak yang beranggapan bahwa politik itu kotor. Benarkah? Bukan! Yang kotor bukan politiknya, melainkan orangnya. Tentu tidak semuanya, namun banyak orang politik menjadi kotor. Mereka menjadi kotor bukan karena berpolitik melainkan karena terbawa oleh rekan-rekannya yang kotor, bermain dalam politik.

Hal ini di koreksi oleh Ahok sendiri, pada saat beliau membawakan kata sambutan di sebuah pertemuan, bahwa Politik itu adalah sebuah showcase karena politik memang mulia, politik sejatinya untuk kesejahteraan semua orang, baik yang kaya, yang sederhana maupun yang miskin.


Apalagi kalau Ahok berpolitik itu untuk tujuan mulia, ingin membawa kesejahteraan hidup untuk semua masyarakat DKI Jakarta.

Ahok sebagai Chief Eksekutif Officer (CEO) DKI Jakarta di tahun 2016, mempunyai tanggung jawab yang besar kepada para pemegang sahamnya yaitu, Rakyat atau masyarakat DKI Jakarta, untuk mengubah Kota Jakarta kearah yang lebih baik dan maju seperti kota-kota besar lainnya di Dunia.

Demokrasi adalah kekuasaan rakyat yang diberikan oleh Allah, bukan seperti demokrasi yang kebablasan yang dilakukan oleh kelompok nyinyir , dan kaum bumi datar yang telah melakukan demo sampai berjilid-jilid.Vox Populi Vox Dei (the voice of the people is the voice of God, baca disini), adalah teori yang salah, karena suara Tuhan, dijadikan kambing hitam oleh kelompok manusia yang ingin merebut kekuasaan di pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.

Demokrasi liberal dari Jean Jacques Rousseau (baca disini), ternyata juga salah, yang menyatakan: ‘Suara rakyat adalah suara Tuhan’ perlu di koreksi! Bukannya menempatkan Allah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, melainkan menempatkan-Nya, di bawah urutan manusia-manusia radikal dan intoleran di Indonesia.


Ronald Reagen: “Without God, democracy will not & cannot long endure”. (Roma 13:3-4). “Tanpa penyertaan Tuhan, demokrasi tidak akan dan tidak dapat bertahan lama”

Dalam teori Jean Jacques Rousseau pun masih saja salah, karena tidak ada pernyataan dan rasa hormat yang mengakui kekuasaan Allah, melainkan mengabaikan kedaulatan Allah.

Dengan perkataan lain tidak ada tanggung jawab manusia kepada Allah, bahkan cenderung tidak percaya akan campur tangan Allah.

Inilah kegagalan Demokrasi Liberal. Catat : Indonesia tidak mengikuti faham demokrasi liberal ini.

Masih ingatkan bahwa si Risik yang kabur ke Arab Saudi, terkena kasus menista Pancasila, ia dituduh bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adanya di pantat burung Garuda Pancasila, dasar …..manusia Sirik.

Hal ini juga dibenarkan oleh Ahok, bahwa kekuasaan pejabat diberikan Allah, ‘Allah yang memberi Allah pula yang mengambil kembali’, sayang!.

Karena suara Allah, yang merupakan suara kebenaran sejati, dibawah kendali dan kekuasaan Allah, bukan manusia.

Frasa Demokrasi Yang Benar, Kekuasaan tertinggi pada Allah
( Ketuhanan Yang Maha Esa)

Hal inilah yang perlu diperbaiki, baik pada frasa: Vox Populi Vox Dei maupun teori Rousseau, untuk membuktikan campur tangan Allah (Allahnya : Ketuhanan Yang Maha Esa) secara nyata, diperlukan dalam sistem demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan sila nomor satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tentang gaya kepemimpinan Ahok:
Semua pemimpin yang berkuasa, masing-masing mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda. Termasuk Ahok yang mempunyai gaya kepemimpinan yang meledak-ledak, ‘arogan’ (katanya), ‘sombong’ (katanya), ‘suka memaki’(katanya lagi dan lagi). Tapi gaya kepemimpinan Ahok, adalah gaya kepemimpinan yang merupakan kepanjangan tangan Allah.

Pertanyaannya apakah orang Kristen seperti Ahok, boleh arogan, sombong dan suka marah-marah dan memaki-maki?
Sebenarnya kata yang lebih tepat adalah: “Bolehkah orang Kristen bertindak Tegas (bukan arogan), mengucapkan kata-kata keras dan kasar?” Seolah-olah ‘arogan’ ?Sebenarnya tidak ada ayat khusus untuk hal ini dalam Alkitab. namun Firman Tuhan memang memiliki kebenaran yang unik dan mutlak, sehingga kita harus memahaminya dengan hati-hati.

Bukan suatu hal rahasia bahwa Bapak Basuki alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, dikenal sebagai sang pemimpin yang sering mengeluarkan kata-kata yang keras dan arogan, karena beliau sering memarahi anak buahnya, mendamprat dan mengancam bawahannya yang bersalah, dan yang lebih heboh adalah ketika beliau berkata kasar kepada orang yang berseberangan dengannya, serta para koruptor.

Kata-kata Ahok, yang sering kita dengar adalah, kurang ajar, bodoh, maling, penipu, pencuri, nenek lu dan begaldan masih banyak lagi, untuk menegakkan kebenaran dalam mengurus dan memimpin kota DKI Jakarta, yang sudah terlanjur semrawut.

Bahkan pernah suatu saat Ahok, mengeluarkan kata-kata, dengan bahasa “toilet”, yang tidak layak dan tidak santun. Walaupun Ahok sendiri sudah meminta maaf kepada publik, karena Ahok kesal dengan “oknum” bawahannya. yang berniat mencuri dan mengembungkan anggaran, APBD.

Kata-kata ini, menimbulkan masalah kontroversial yang serius dan muncul ‘pro’ dan ‘kontra’, bukan saja dalam kalangan politik di Indonesia, namun juga muncul dikalangan orang Kristen sendiri. Mereka merasa berkeberatan dengan kata-kata yang se-kasar ini.

Karena Ahok tidak yakin, jika mengeluarkan perkataan yang lemah lembut, akan menyelesaikan masalah, untuk mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh ‘oknum’ atas undang-undang dan peraturan pemerintah DKI Jakarta, karena sudah terlanjur berkarat.

Apa mungkin Allah sendiri bisa memaki seperti itu? Terhadap manusia jahat, para koruptor, atau orang berdosa dengan ‘bahasa toilet’ dari Allah, silahkan buka Alkitab (Perjanjian Lama), 1 Raja-raja 14:10, Ayub 20:7, Zef 1 : 17, Mal 2:3 P.L., dan memahaminya sendiri!

Empat gaya kepemimpinan Ahok yang mumpuni, merupakan kepanjangan tangan Allah?

(1). Gaya Kepemimpinan Hamba atau Pelayan pada Ahok
Kepemimpinan Hamba atau pelayan dalam bahasa Inggris disebut servant leadership, selalu menekankan kerendahan hati, disebut juga kepemimpinan yang melayani. (Mrk 9 : 35 ~ 37, Yoh 13 : 5~ 14. Mat 20: 25~28.)

Kedudukan Ahok sebagai pemimpin bukanlah “takhta”, dimana sang pemimpin menjalankan bukan dengan tangan besi, melainkan “sarana” yang selama ini merupakan buah dari cinta kasih.
Ahok menerima pengaduan masyarakat di Balai Kota (Sumber)

Gaya kepemimpinan hamba (pelayan) ini dilakukan oleh Ahok dengan melayani masyarakat DKI Jakarta dengan keluhan-keluhan masyarakat DKI-Jakarta di Balai Kota, serta mencari solusi serta menyelesaikan segala macam keluhan dari masyarakat DKI-Jakarta.

Berdasarkan pengajaran ini, Yesus Kristus ingin mengubah konsep tentang kepemimpinan murid-murid-Nya. Sebab kebesaran yang sejati tidak diperoleh dengan berusaha untuk menonjolkan diri satu sama lain, melainkan dengan sikap rendah hati dan tidak menonjolkan diri, melayani semua orang bahkan orang yang paling rendah sekalipun.

Yesus Kristus, dengan perkataan-Nya ini, mencela gaya kepemimpinan yang otoriter, dan yang mengutamakan kedudukan serta gelar kehormatan. Ia melarang murid-murid-Nya mengembangkan gaya kepemimpinan itu karena akan merusak hubungan antara atasan dan bawahannya.

(2). Gaya Kepemimpinan Teladan pada Ahok
Kepemimpinan Teladan, dalam bahasa Inggris disebut Exemplary LeaderShip , adalah gaya kepemimpinan yang sangat menekankan keteladanan dan pemimpin yang dapat dipercaya ( Yoh 13 : 15, 1 Pet 2 : 21 – 22) .

Dalam hubungan ini perlu ditegaskan oleh Ahok, bahwa para pemimpin dan pejabat negara bukan penguasa atas orang yang dipimpin. Oleh sebab itu, mereka dituntut untuk mempengaruhi rakyat dan masyarakat dengan keteladanannya, sehingga dapat dipercaya, tidak melakukan ‘korupsi’.

Seorang pemimpin dan penguasa seperti Ahok, walaupun cerdas, pintar dan berwibawa serta memukau atau mencengangkan banyak orang, tetapi jika ia tidak mengimbangi kepemimpinan itu dengan keteladanan, untuk menyatakan tidak pada korupsi, maka pemimpin ini tidak akan dipandang sebelah mata oleh bawahannya.

Sumber gambar disini

Oleh sebab itu, adalah keliru jika orang berpendapat bahwa pemimpin atau penguasa itu tidak perlu menunjukan keteladanan (tidak korupsi), atau untuk mengatakan ‘no corruption’ inilah karakter utama dari Ahok, dalam gaya kepemimpinan-nya sebagai orang Kristen untuk menjadi Teladan.

“Jika sang pemimpin lurus (tidak korupsi), tidak mungkin bawahannya tidak lurus” inilah yang sering dikatakan oleh Ahok.

(3). Gaya Kepemimpinan Gembala pada Ahok.
Gaya Kepemimpinan Gembala dalam bahasa Inggris disebut Shepherd LeaderShip,
(Yoh 10 : 11 ~ 16, 1 Pet 5 : 1 ~ 4)

Ada dua macam gembala dalam Alkitab.
Pertama, orang yang menggembalakan ternak, domba dan kambing (fisik)
Kedua, orang yang mengasuh dan membina manusia (jasmani dan rohani), yaitu seorang gembala yang bersifat ilahi maupun duniawi. Terhadap keduanya kata pujian atau celaan adalah sama.

Kata Ibrani dalam bentuk partisipium ialah ro’eh, kata Yunani poimen. Arahan terhadap sesama makhluk fana bisa bersifat Politik (Pemimpin Politik, raja-raja, hakim dan tentara) atau Rohani (Pemimpin Rohani, para Imam, nabi dan hamba Allah), seperti yang terjadi pada kerajaan Romawi dulu.

Sulit memang bagi Ahok untuk menerapkan gaya kepemimpinan gembala, karena masih banyak serigala-serigala yang berbulu domba di Pemprov DKI-Jakarta, sehingga Ahok harus melakukan gaya ini dengan tangan besi, keras dan tegas.

(4). Gaya kepemimpinan Dalam Roh dan Kebenaran pada Ahok.
Gaya kepemimpinan dalam Roh dan Kebenaran, dalam bahasa Inggris disebut Spirit and Truth LeaderShip, (Yoh 4 : 23 ~ 26, Ibr 3 : 1-3.)

Kepemimpinan yang menyembah dalam Roh dan Kebenaran kepada Allah, serta takut akan Allah dalam menjalankan kepemimpinannya, seperti Raja Salomo (nabi Sulaiman dalam Taurat) .

Takut akan Allah adalah permulaan hikmat dan pengetahuan, takut akan Allah adalah menjauhi kejahatan, dosa dan korupsi.

Ahok berkata, beliau tidak pernah takut kepada siapapun, kalau dia ‘benar’, Ahok juga berkata bahwa dia tidak takut kepada tuhan (nabi palsu), yang banyak melakukan dosa dan kesalahan, Ahok percaya bahwa Tuhan tidak pernah salah, kalau tuhan (nabi palsu), salah dia bukan Tuhan tapi “ilah-ilah” lain alias “nabi palsu”.

Kesimpulan dari keempat gaya kepemimpinan Ahok ini adalah :
Pertama : Gaya kepemimpinan Ahok, diluar (eksternal) pemProv DKI, dilakukan dengan gaya kepemimpinan Hamba atau Pelayan, dan gaya kepemimpinan Teladan.

Kedua : Gaya kepemimpinan Ahok didalam pemProv DKI, dengan gaya kepemimpinan Gembala dan gaya kepemimpinan Teladan.


Ketiga : Gaya kepemimpinan untuk diri sendiri (Ahok), dengan gaya kepemimpinan dalam Roh dan Kebenaran.
Demikianlah kisah Ahok dalam buku saya.
Pdt.Ir.Djohan Gunawan MBA. MSc




0 Response to "Ahok, Sang Pemimpin Kepanjangan Tangan Tuhan"

Posting Komentar