Sungguh Terlalu, Kader Partai Dakwah (PKS) Gunakan Istilah Alquran Sebagai Bahasa Sandi Korupsi







seword.com- Semua sudah tahu kalau PKS merupakan partai politik berbasis Islam di Indonesia. Dari sejarahnya, asal usul PKS dari gerakan kampus yang menyebar ke universitas-universitas yang ada di Indonesia pada tahun 1980an silam. Gerakan ini dipelopori oleh seorang ulama, politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia, Muhammad Natsir.

Kegiatan lembaga ini awalnya fokus pada usaha mencegah kegiatan misionaris Kristen Indonesia. Namun di tahun 1985 Soeharto mewajibkan seluruh ormas yang ada di Indonesia menjadikan Pancasila sebagai asas tunggalnya. Hal ini membuat beberapa toko Islam marah dan menyebut Soeharto dan pemerintahannya telah memperlakukan politik Islam sebagai “kutjng kurap”. Sudah terlihat bahwa orang-orang yang mengaku paling Islami ini ternyata tidak santun dalam berbicara.

Pada saat yang sama kelompok ini makin eksis di kampus-kampus. Ada yang memegang kekuasaan di level universitas. Bahkan ada yang menjadi ketua senat di Universitas Indonesia.

Para mahasiswa yang tergabung dalam jamaah tarbiyah ini kemudian mendirikan Lembaga Dakwah Kampus. LDK kemudian menjadi unit kegiatan mahasiswa resmi di berbagai kampus sekuler yang ada di Indonesia.

Setelah memiliki banyak anggota, selanjutnya LDK membentuk Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus pada tahun 1986. Pertemuan ini yang menjadi cikal bakal berdirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang awalnya dipimpin oleh Fahri Hamzah.

Para tokoh KAMMI mempertimbangkan terbentuknya partai Islam. Partai tersebut dinamakan Partai Keadilan. Walaupun tokoh elit KAMMI berkontribusi besar terhadap pembentukan Partai Keadilan tapi KAMMI dan PK tidak memiliki hubungan formal.

Hingga akhirnya PK berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS. Perubahan nama ini karena PK gagal memenuhi ambang batas parlemen di Pileg 1999 silam.

Dalam perjalanannya mewarnai perpolitikan di Indonesia, beberapa kader PKS tidaklah sebaik nama partainya yaitu keadilan sejahtera. Walaupun mengusung jargon keadilan tetapi diantara kader PKS ada juga yang ingin memperkaya diri sendiri. Sebut saja misalnya mantan Presiden PKS (Luthfi Hasan Isaaq), yang terkenal sering berdakwah. Ternyata juga suka makan uang haram.

Kalau puncuk pimpinan partainya saja seperti itu, bagaimana dengan bawahannya? Penjelasannya ada di bawah ini.

Selain itu ada mantan gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho yang terlibat korupsi. Mantan PLH ketua DPW PKS Sumut tersebut menyuap hakim PTUN kota Medan, serta meyuap pimpinan dan anggota DPRD sumut periode 2009-2014 dan periode 2014 – 2019 agar mereka berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya seperti pengesahan APBD Sumut.

Pembaca setia Seword, kader partai Islam dan dakwah juga ternyata suka menyuap, tidak hanya sekedar korupsi saja.

Di samping itu, ada juga kader PKS, yang dapat dikatakan telah menista agama.

Kader partai Islam kok menista agama?


Begini penjelasannya. Ada seorang kader PKS yang ketahuan korupsi. Orang tersebut diduga menerima suap dari proyek pengadaan jalan di Kementerian PUPR. Ada yang tahu namanya? Dia adalah Yudi Widiana.

Untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga, Yudi menerima suap mencapai 11,1 miliar rupiah dari Aseng, atau hampir 3 kali lipat dari dana yang dihabiskan untuk kegiatan reuni 212.

Peserta reuni 212 yang berjumlah 7,5 juta orang menurut versi mereka saja hanya mendapatkan 4 miliar rupiah. Sedangkan uang sebesar 11,1 miliar hanya untuk Yudi Widiana seorang. Sungguh sangat jomplang dan tidak ada keadilan, seperti yang dicita-citakan PKS.

Yang membuat hati miris bagai teriris, tidak hanya soal besaran uang haram yang masuk ke kantong pribadi beberapa kader PKS, tapi juga mereka menggunakan istilah Alquran di dalamnya.

Sudah kader parta dakwah, korupsi, menggunakan sandi Alquran pula. Agama hanya dijadikan alat politik dan untuk memperkaya diri sendiri. Sungguh terlalu.!

Kader PKS menggunakan istilah Alquran sebagai sandi ini seperti yang disampaikan oleh wakil ketua KPK, Laode M Syarif. Kode-kode seperti liqo yang artinya kalau tidak salah menyepakati, kemudian yang betul sesuatu yang sebenarnya tidak baik serta satu jus dua jus, kata Laode di Jakarta (7/12/2017).

Agama yang suci sudah seharusnya dijunjung tinggi oleh semua manusia, dan tugas ini juga dibebankan kepada kader PKS. Jangan sampai, terhadap orang yang diluar kelompoknya (yang diduga menista agama) begitu kejam, tapi terhadap kadernya sendiri yang seenaknya menggunakan sandi-sandi kitab suci untuk kepentingan pribadi diam. Ini bukan keadilan namanya, tapi kejahatan yang dibungkus oleh kedok agama.

0 Response to "Sungguh Terlalu, Kader Partai Dakwah (PKS) Gunakan Istilah Alquran Sebagai Bahasa Sandi Korupsi"

Posting Komentar