Bali Dituduh Intoleran Gara-Gara Ustad Somad. Percaya? Ini Faktanya






Sebelum pembahasan lebih lanjut, silakan simak terlebih dahulu penjelasan yang saya tulis di facebook saya pribadi pagi ini. Kebetulan saya berada secara langsung di TKP.



Awalnya Ustad Abdul Somad Menolak Mencium Sang Saka Merah Putih

Sejak kemarin banyak beredar pemberitaan “Bali Menolak Ustad Abdul Somad Berceramah Di Bali”. Itu semua adalah pemberitaan yang salah dan menyesatkan. Beginilah kronologis cerita yang sebenarnya.


Ustad Abdul Somad datang ke Bali untuk berceramah pada tanggal 7 Desember 2017.


Bali menyambut baik siapapun juga yang datang ke Bali termasuk Ustad Abdul Somad. Mau berceramah juga silakan, karena Islam adalah salah satu agama yang diakui secara sah di NKRI.


Namun dikarenakan sepak terjang dan ceramah Ustad Abdul Somad di masa lalu dan sampai kini yang seperti itu (tak perlu diterangkan lagi kita pasti sudah tahu sama tahu. Ada banyak videonya sudah beredar dimana-mana), maka Bali merasa sangat untuk menyatukan komitmen, visi dan misi dengan ustad Abdul Somad. Visi dan misi tersebut adalah komitmen bahwa kita semua termasuk Ustad Abdul Somad adalah anak bangsa yang cinta NKRI, Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Sang Saka Merah Putih.


Ternyata Ustad Abdul Somad menolak mencium Sang Saka Merah Putih. Kenapa ustad Abdul Somad menolak? Silakan menanyakan alasannya kepada Ustad Abdul Somad sendiri. Yang jelas, bukanlah hal yang sulit dan berlebihan bagi setiap anak bangsa untuk mencium bendera negaranya sendiri. Para atlet yang akan berlaga, anggota Paskibraka dan banyak moment lainnya sudah lazim melakukan prosesi mencium Sang Saka Merah Putih. Tak ada yang aneh dan tak ada yang sulit dengan itu semua. Justru Ustad Abdul Somadlah yang mempersulit dirinya sendiri dengan menolak permintaan yang sesederhana ini. Itupun sudah melalui proses negosiasi panjang yang melelahkan sampai berjam-jam di dalam ruangan tertutup di Hotel Aston, Gatsu Barat, Denpasar, Bali. Hal mudah dibuat jadi sulit. Itulah yang terjadi saat itu.


Bali tidak berhak memaksa. Jika ustad Abdul Somad memang tidak bisa menyamakankomitmen, visi dan misi sebagai anak bangsa yang cinta NKRI, ya berarti silakan pulang. Keputtusan ada di tangan Ustad Abdul Somad sendiri mau pulang atau tidak.


Ustad Abdul Somad tetap menolak mencium Sang Saka Merah Putih. Itu artinya Ustad Abdul Somad sendirilah yang sudah memilih untuk pulang dan tidak melanjutkan acara ceramahnya di Bali.


Saat berita nomer 6 diketahui masyarakat Bali yang berkumpul di depan Hotel Aston, suasana menjadi ramai meminta Ustad Abdul Somad agar segera pulang. Point nomer 7 inilah yang diberitakan sana sini bahwa ustad Abdul Somad diusir dari Bali. Padahal Ustad Abdul Somad sendiri yang sudah memilih untuk pulang.


Akhirnya Ustad Abdul Somad berubah pikiran. Ustad Abdul Somad mau menyanyikan lagu Indonesia Raya, mau mengakui NKRI, Pancasila, UUD 45 dan Bhineka Tungga Ika sebagai 4 pilar kebangsaan Indonesia yang sudah final dan tidak dapat diubah dan tidak dapat diganggu gugat, sekaligus mau mencium Sang Saka Merah Putih sebagai tanda kecintaannya kepada NKRI. Semua prosesi ini dilakukan di depan Hotel Aston, dihadapan semua masyarakat Bali yang berkumpul di sana.


Karena komitmen, visi dan misi sudah sama, Bali mempersilakan Ustad Abdul Somad melanjutkan tujuannya datang ke Bali untuk berceramah. Ustad Abdul Somad malah dikawal dengan baik oleh perwakilan masyarakat Bali dan anggota keamanan, sehingga acara ceramahnya bisa berjalan dengan baik dan lancar.

Demikianlah tulisan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya.

Tertanda:


Jemima Mulyandari

Denpasar, 8 Desember 2017

Begitulah cerita yang sebenarnya. Saya bersedia disumpah untuk itu. Nyatanya fakta yang beredar di luar, Bali justru dituduh intoleran karena menolak Ustad Abdul Somad. Semoga lewat tulisan saya di atas bisa jelas semuanya tentang duduk perkara yang sebenarnya.

Mari sekarang kita analisa kenapa Bali bisa bersikap seperti itu. Di Bangil baru-baru ini juga sempat meminta tanda tangan Felix Siauw sebagai tanda setia pada Pancasila, saat Felix mengadakan pengajian di sana. Felix pun menolaknya.

Ada apa sebenarnya dengan ini semua??? Tidak mau mencium Sang Saka Merah Putih dan tidak mau tanda tangan setia pada Pancasila. Layakkah itu dilakukan oleh anak-anak bangsa yang lahir, hidup, mencari nafkah dan mati di Indonesia???

Bagaimana bisa hal seperti itu dianggap sebagai tekanan, paksaan apalagi jebakan??? Benar-benar tak masuk akal khan.

Jawabannya mudah. Tanpa bermaksud menuduh, semua jelas muaranya adalah "mereka" ingin mendirikan negara Khilafah di Indonesia.

Lantas kenapa jadi Bali, Bangil dan tempat-tempat lain dengan kejadian serupa yang dituduh intoleran??? Padahal sudah jelas-jelas siapa yang ingin berkhianat pada NKRI yang akan berujung intoleran pada umat Non Muslim. Benar-benar playing victim yang jahat dengan memutarbalikkan fakta.

Sadarilah Indonesia. Jangan terus memaksakan ideologi Khilafah di NKRI yang sudah jelas-jelas berlandaskan pada Pancasila, UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika dengan Sang Saka Merah Putihnya. NKRI jelas akan pecah seperti yang sudah terjadi di Bali, Bangil dan tempat-tempat lainnya yang merasa sangat perlu menyatukan komitmen, visi dan misi terlebih dahulu sebelum menerima orang-orang semacam Ustad Abdul Somad dan Felix Siauw ini.

Jika komitmen, visi dan misinya tidak sama, jelas NKRI akan terpecah dan terpisah. Inikah yang "kalian" mau??? Itu artinya "kalian" memang tidak tahu berterima kasih kepada para pahlawan bangsa yang sudah berkorban segalanya untuk NKRI.

Pahamilah. Sadarilah. Jangan mau diadu domba oleh yang namanya Khilafah.

NKRI harga mati. Pancasila, UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika tetaplah abadi. Sang Saka Merah Putih teruslah berkibar di negeriku ini. Aku cinta Indonesia. Hiduplah Indonesia Raya. Merdekaaaaa........

0 Response to "Bali Dituduh Intoleran Gara-Gara Ustad Somad. Percaya? Ini Faktanya"

Posting Komentar