seword.com- Berita Felix Siau, Denny Siregar, Abu Janda Permadi menenggelamkan Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Debat di ILC telah usai. Ada yang keok dan ada yang berkibar. Seperti yang ditonton di sana. Saking top-nya maka acara itu diulang-tayangkan. Karena ratingnya tinggi. TV penayang mengeruk keuntungan. Peserta debat mendapat kebuntungan. Itu berlanjut tak terelakkan.
Debat itu menjadi menarik karena topiknya panas. Soal HTI. Soal khilafah. Soal perlawanan musuh Islam nusantara dan Islam moderat. Soal gerakan radikalisme yang merebak dan menakutkan para politisi, untuk kekuasaan tentu. Ketakutan kehancuran bangsa akibat interpretasi bukan oleh para ahli khilafah. Bukan ahli pengulit paham, mazhab, dan sejarah utopia khilafah.
Felix Saiuw tampak garang karena paham dia memang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dia hanyalah seorang pion dalam gerakan Islam transnasional. Dia hanyalah kroco pilek yang pemahaman keagamaannya tak lebih dari level kelas anak TK. Dia adalah hasil dari brainwashing alias pencucian otak paling fenomenal di pusat gerakan HTI di kampus terhebat di Indonesia: IPB.
Dia muncul seperti sekarang akibat kebencian dan kecintaan akan dirinya sendiri. Dia adalah potret pergolakannya sendiri. Dia adalah kebimbangan dan ketakutan akan eksistensi. Dia adalah muara dan hilir dari kegelisahan panjang kehidupannya.
Dia adalah gairah baru bagi dirinya. Dia hidup dalam alam ekstasi kesenangan tanpa batas. Dia mengalami kemabukan terdahsyat dalam fase kehidupannya. Dunia baru. Keyakinan baru. Semangat baru. Kemasyhuran baru. Keindahan baru. Kepemujaan baru. Dan harapan baru. Ideologi baru.
Dalam kondisi yang semua fresh itu, terlebih terpapar indoktrinasi baru – dengan pemahaman keyakinan awal lama yang hampir zonk dan blank kosong – seluruh informasi dimakan tanpa dikunyah. Yang terpatri di otaknya adalah seluruh permukaan pemahaman radikal.
Dia hapal seluruh proses berpikir dan itu indoktrinasi. Jangankan dalam keadaan sadar, dalam mimpinya pun Felix Siauw hapal seluruh belengggu keyakinannya. Tidak tersisa ruang dalam dirinya selain penggambaran sempurna keyakinan barunya. Tanpa jeda. Tanpa titik.
Dia semakin melambung ke dalam alam fantasi keyakinan absolut tanpa batas. Dia tidak memiliki ruangan selain keyakinannya. Itu puncak kebahagian tertingginya. Ini hasil indoktrinasi 100%. Dan dia adalah potret sempurna hasil gerakan HTI. Maka dia juga role model sempurna bagi kalangan bigot di Indonesia dari gerombol PKS, FUI, FPI, dan sebagainya.
Dalam kondisi seperti itu, dia hadir di dalam debat publik. Live. Materi debat yang dipertontonkan ke khalayak pun pas dan seksi. Itu pun paling cocok buat Fadli Zon bekas PBB, Fahri Hamzah dari PKS, dan Felix Siauw dari HTI. Pas. Sekali lagi mereka sambil tidur dalam keadaan tanpa sadar pun akan menang berdebat soal keyakinan dasar itu.
Mereka adalah manusia sempurna dalam keyakinan yang merasuk sampi napas dan sumsum mereka. Maka hadir dalam mimbar umum pun menjadi kenikmatan tanpa batas sebagai show of force, sebagai show of power, sebagai show of knowledge. Semua ditampilkan tanpa beban. Semuanya ringan. Tidak perlu berpikir. Tidak perlu memelintir. Yang disampaikan adalah informasi hasil peternakan radikal. Indoktrinasi khilafah yang merupakan bagian diri.
Mereka adalah para manusia yang telah terpapar indoktrinasi sempurna keyakinannya. Maka tak ayal ketiganya malang-melintang dalam debat. Ringan. Menertawakan oponen debat dan musuh debat. Tanpa ampun. Pembantaian intelektual terjadi dengan sempurna. Antara keyakinan dengan pengetahuan. Perlawanan yang tak seimbang. Timpang. Bimbang. Menerawang.
Melihat proxy pion mereka malang-melintang tanpa perlawanan, tampil sempurna sesuai dengan indoktrinasi remote mereka, Fadli Zon dan Fahri Hamzah pun diam tersenyum puas. Felix pun merasakan kedamaian dan kebahagian telah berhasil memerankan diri sebagai pion proxy tanpa disadari. Dia hanyalah pion dari kerangka besar khilafah – yang tak lain adalah dan hanya soal kekuasaan. Soal perut. Soal duit. Yang semua dibungkus dalam napas keyakinan.
Denny Siregar dan Abu Janda Permadi tentu tahu itu. Karni Ilyas pun paham soal itu. Berbekal pengetahuan yang maha luas, tanpa batas dan tepi, Denny Siregar dan Abu Janda meramu dan menggali yang telah diyakini Felix Siauw, yang telah menjadi bagian Felix Siauw, yang setiap detik napasnya adalah keyakinan khilafah. Sejarah khilafah. Pendalaman justifikasi, pembenaran spisifik kaca mata kuda.
Dan, khilafah dan seluruh seluk-beluk dalam proses terbentuknya Felix Siauw, semua pertanyaan itu adalah jawaban proses indoktrinasi terhadapnya, yang sudah dilalui.
Terkait debat ILC Felix Siauw dengan Denny Siregar dan Abu Janda Permadi, sebuah kenyataan pahit menghimpit waktu. Faktanya adalah, bahwa kesempurnaan pengetahuan maha tanpa batas dan luas secara kulit luar berdasarkan bacaan ringan, tentu akan dibantai oleh pengetahuan sempit spesifik yang mendarah daging. Dan, itu publikasi hancur-hancuran untuk para kecebong. Sad mode. Like it or not. Mendingan mingkem nek ra ngerti bener. Ini ajaran Gus Dur. Salam bahagia ala saya.
0 Response to "Felix Siauw, Denny Siregar Tenggelamkan Fadli Zon dan Fahri Hamzah"
Posting Komentar