seword.com- Sebelum saya memulai artikel ini, izinkan saya untuk memberikan sedikit latar belakang mengenai penolakan Ustad Abdul Somad, yang saya ambil dari salah satu penulis yang berada di TKP, Kak Jemi. Dapat dilihat di SINI.
Izinkan saya untuk menyadur ulang kronologis yang jelas. Begini kronologis yang cukup jelas yang bisa saya sadur dari Kak Jemi
Awalnya, Ustad Abdul Somad datang ke Bali untuk berceramah pada hari Jumat, 7 Desember 2017. Pada hakekatnya, sebenarnya Bali menyambut baik siapapun juga yang datang ke Bali termasuk Ustad Abdul Somad. Lagipula, ceramah agama merupakan hak yang dilindungi oleh Undang-Undang dan bahkan diperjuangkan di negara ini, negara Indonesia sebagai hak beragama dan mewartakan kebenaran.
Namun karena sepak terjang dari ceramah-ceramahnya, masyarakat Bali dan berbagai organisasi masyarakat seitar merasa perlu untuk memberikan konfirmasi bahwa orang ini harus menyatakan komitmen dan sumpah setia kepada NKRI, Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan Merah Putih. Hal yang disayangkan, Ustad ganteng ini menolak hal tersebut.
Mencium Merah Putih sebenarnya bukan hal yang melanggar agama, karena kita juga tidak berpindah agama dengan cara demikian bukan? Tidak tetaplah tidak bagi ustad ganteng ini. Akhirnya, bukannya Bali yang dipersulit, Ustad ganteng ini yang justru mempersulit dirinya sendiri.
Negosiasi panjang pun terjadi berjam-jam di ruangan tertutup di Hotel Aston Denpasar. Ustad ganteng ini menolak, dan ia memilih untuk pulang dan tidak berceramah di Bali. Akhirnya Ustad ini pun berubah pikiran dan ingin menyanyikan lagu Indonesia Raya, mengakui NKRI, Pancasila, UUD, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai 4 pilar kebangsaan.
Ia melakukan solo seriosa menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mencium bendera merah putih di hadapan masyarakat Bali yang berkumpul di hotel tersebut. Akhirnya sederhana, Ustad ganteng ini melanjutkan ceramahnya, dan malah dikawal dengan baik oleh perwakilan masyarakat Bali.
Lantas bagaimana mengenai respons para laskar yang mendapatkan berita boax, dan yang tersebar sangat jauh dari kenyataan? Mereka malah serta merta memblokir Bali untuk menjadi tujuan wisata umat muslim. Sayang sekali, mereka mencoba untuk menjadi orang-orang yang bisa dianggap mewakilkan agama tersebut. Hal ini patut disayangkan dan membuat kita semua prihatin. Mengapa?
Karena rasanya, mereka terlalu jauh untuk berhak membawa-bawa agama mayoritas di Indonesia, yang sebenarnya sangat bervariasi. Di dalam kehidupan beragama, tentu kita harus tahu mana tengah, mana pinggir. Antara realita dan mimpi, pun harus dipisahkan.
Boikot Bali adalah bentuk yang paling aneh, terjadi di antara umat muslim. Saya sangat yakin bahwa justru mayoritas umat muslim tidak setuju dengan hal ini. Mereka sangat cerdas dalam menggunakan cara-cara perwakilan.
Ibaratnya begini, Rizieq diangkat sebagai imam besar umat Muslim di Indonesia, padahal tidak demikian untuk ormas-ormas keagamaan lainnya. Penggiringan opini semacam ini, sudah terjadi. Padahal di dalam agama, wali dapat dianggap sebagai wali, bukan oleh manusia, melainkan oleh Tuhan.
Kecuali mereka adalah Tuhan, mereka boleh dan sah-sah saja mengangkat orang tertentu jadi wali. Sayangnya, mereka bukan Tuhan. Mereka hanya sekelompok orang yang bermain-main menjadi Tuhan. Lucu sekali bukan?
Di sisi lain, ketika Bali diboikot dengan tidak dikunjungi, apakah Bali kemudian akan menjadi sepi tanpa mereka?
Saya cukup khawatir dengan hal ini, karena mereka bisa menggembar-gemborkan isu bahwa Bali kekurangan puluhan juta laskar. Bali bisa saja rugi, ya teknik penggiringan opini ini bisa dipercaya oleh mereka. Bayangkan saja, salah satu eks pentolan HTI bernama Felix Siauw pun bisa-bisanya mengatakan bahwa di Monas bisa ada jutaan laskar. Orang yang mengklaim dirinya berbicara dengan data, tentu bisa juga membuat pengikutnya mengklaim bahwa Bali akan merugi karena puluhan juta laskar tidak datang.
Aku takuuut!
Boikot Bali? Sudah pernah ke Bali belum? Indah loh. Pantai-pantai yang cantik, dengan pemandangan sunset dan sunrise yang sangat indah. Belum lagi Tanah Lot, yang begitu eksotis, memesona setiap dari mata. Ah, rasanya boikot Bali, digerakkan oleh orang yang belum pernah ke sana, alias belum pernah piknik. Lucu sekaligus ironi.
0 Response to "Dianggap Intoleran, Bali Terancam Kosong Karena Puluhan Juta Laskar Boikot Dewata!"
Posting Komentar