seword.com- Tentu kita sadar betul bahwa Ahok bukanlah dewa. Ahok hanyalah manusia biasa, yang menjalankan sumpah jabatan, dan setia kepada warga. Warganya adalah tuannya.
Tuannya adalah warganya. Seorang gubernur sejatinya pelayan rakyat, bukan para birokrat. Melayani rakyat di negara demokrasi ini, tidak berbeda jauh dengan melayani Tuhan.
Mengapa? Karena suara rakyat, dianggap merupaka suara Tuhan. Rasanya dengan kalimat tersebut, saya tidak sedang menista Tuhan.
Mengapa? Karena jelas, bahwa di dalam negara demokrasi, suara rakyat sangat besar pengaruhnya. Rakyat memiliki kekuasaan untuk memilih pemimpinnya.
Pemimpin yang tidak dipilih sesuai amanat rakyat, menjadi pemimpin yang akan mengatur kota. Tata kota, menjadi salah satu syarat menjadi pemimpin Apalagi bicara tentang ibu kota, Jakarta yang adalah kota besar, dengan segala permasalahan yang ada.
Permasalahan yang pelik, kompleks, dan tidak sederhana, membuat kota ini sangat sukar dijinakkan. Kota Jakarta bermasalah dengan kemacetan, banjir, pendidikan, kaum dhuafa, KJP yang macet juga, dan sebagainya.
Jakarta membutuhkan pemimpin yang bertangan dingin, yang bersumpah demi rakyat, untuk menyejahterakan mereka, ketimbang menyejahterakan sekelompok kecil manusia, yang haus akan harta, tahta, dan wanita. Ini adalah sebuah bentuk keberpihakan, yang paling hakiki, di dalam sebuah kepemimpinan yang tidak jujur.
Rakyat dijadikan komoditas, awal-awal diberikan janji surga, namun pada akhirnya, angin surga pun tidak didapatkan. Alih-alih mendapatkan surga, warga malah justru diperah susu-susunya, untuk membeli susu impor sapi, yang diwacanakan jadi program taun depan.
Rasanya bukan lagi keberpihakan, melainkan kebe-rupiah-akan. Menjijikkan, ya, tidak bisa dibayangkan bagaimana orang-orang ini bisa hidup tenang, sambil menikmati uang rakyat. Kesejahteraan warga saja tidak diperhatikan, bagaimana mau memperhatikan kesejahteraan pompa air?
Pompa air bukan menjadi sebuah alat hisap banjir, melainkan alat untuk mengatur debit aliran air di dalam setiap bendungan atau batasan. Kali-kali di Jakarta tidak terlalu banyak, maka butuh pompa untuk mengalirkan ke kali-kali yang besar, sekaligus membebaskan warga dari banjir. Namun hari ini, banjir terjadi lagi di Jakarta, hanya kurang dari 1 jam hujan.
Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana jika masuk ke dalam puncak musim hujan, yang hujannya bisa sampai berjam-jam. Akankah Jakarta tenggelam? Rasanya, di bawah kepemimpinan Anies Sandi, sangat mungkin jika Jakarta banjir lagi. Lantas bagaimana solusinya? Sebenarnya solusinya sangat sederhana.
Solusi ada di tangan Ahok. Dari kinerjanya selama tiga tahun berperang dalam menanggulangi banjir, saya seolah melihat Ahok memiliki master key dalam menyelesaikan masalah banjir. Maka solusi sederhananya adalah “Bebaskan Ahok”. Ahok harus bebas, bukan karena ia terbebas dari vonis hakim. Vonis hakim selama dua tahun sudah final, dan tidak bisa diganggu gugat.
Tetapi tidak berlebihan juga jika kita mengatakan solusi menyelesaikan bukan duduk bersama, melainkan bebaskan Ahok. Ia harus ada menanggulangi banjir, karena dua orang dengan hampir 80an anggota TGUPP, tidak bisa menyaingi Ahok seorang diri.
Basuki Tjahaja Purnama, kami sangat merindukanmu, kami sangat menunggu hari-hari pembebasanmu. Banjir di Jakarta, Ahok duduk diam, santai, menikmati hari-harinya di dalam Mako Brimob. Waktu yang masih lama harus dilalui, akan dilalui dengan santai.
Banjir Jakarta, seolah bukan lagi urusannya, dan memang bukan urusannya. Sekarang tongkat estafet sudah diberikan kepada pasangan Anies Sandi. Maka sekarang, mari kita lihat bagaimana Anies Sandi bekerja di pemerintahan ini. Apakah mereka akan menjadi sepasang badut, atau orang yang benar-benar bisa berbenah.
Namun sekarang, saya masih terlalu percaya, bahwa Ahok tetaplah merupakan juru kunci dalam membahas banjir ini. Jika memang tidak memungkinkan sang legenda ini bebas, setidaknya jangan buang program-programnya yang sudah baik.
Program normalisasi sungai, relokasi penduduk bantaran sungai, membangun rusun, sebenarnya tinggal dijalankan. Memang anggarannya besar, dan terlalu menggoda untuk ditilep. Demi warga, bisakah Anies Sandi menahan godaan potensi korupsi? Bisa atau tidak?
Jika bisa bertahan, saya akan salut kepada kalian, namun jika ada indikasi kecurangan, saya sudah tahu, karena itu adalah hakikat dan dasar berpikir. Berpolitik bukan untuk rakyat, melainkan untuk memenuhi hasrat terpendam. Kami rindu Ahok. Tjahaja Purnama, dengan sinarnya yang tidak bisa ditahan oleh apapun, menjadi inspirasi bagi banyak warga.
0 Response to "Solusi Banjir: Bebaskan Ahok atau Lanjutkan Program Ahok!"
Posting Komentar