seword.com- Beberapa hari lalu, tokoh Wahabi Salafi Indonesia ‘kena semprot’ Dr Ahmad Jiilan, Menteri Bidang Dakwah pada Kementerian Urusan Keislaman, Dakwah dan Penyuluhan Arab Saudi. Mereka ditegur karena kerap membid’ah kan dan menganggap sesat amaliyah umat Islam yang beda faham dengannya.
Dari laman Aswaja Garis Lurus, beberapa pentolah Wahabi Indonesia yang hadir adalah:
Pembina Radio Rodja: Ustadz Badrussalam
Pembina Surau TV: Ustadz Muhammad Elvi Syam
Direktur Wesal TV: Ustadz Afifuddin Rohali
Sekjen Asosiasi Radio-TV Islam Indonesia (ARTVISI): Ustadz Diding Sobaruddin dan perwakilan dari Jurnalis Islam Bersatu (JITU).
Syaikh Jillan mengatakan bahwa harusnya tokoh Wahabi Indonesia tidak hanya merujuk pendapatnya pada Syaikh Bin Baz (pentolan Wahabi Saudi), tapi harus merujuk pada pendapat ulama dalam negeri. “Sikap hormat harus diberikan kepada ulama Indonesia karena mereka yang menjadi panutan umat”.
“Sisi lain yang juga perlu diperhatikan, manusia itu mengikuti ulama negerinya. Seiring dengan penghormatan kalian terhadap ulama Saudi dan lainnya, kalian harus menghormati dan mengambil ilmu dari para panutan umat Indonesia”.
“Bila ada tokoh yang sudah berjasa selama puluhan tahun dalam dakwah Islam, mereka harus dihormati, datangilah mereka” tandasnya.
**
Selama ini Wahabi Indonesia tidak mau mengikuti ulama tanah air. Misalnya saja Prof Quraish Shihab, yang keilmuannya dan karyanya menjadi rujukan ulama-ulama di seluruh dunia. Di negeri sendiri beliau kerap difitnah dan disesatkan. Jika kelompok mereka tidak sependapat langsung menyalahkan, tak ada sedikitpun rasa hormat pada beliau.
Coba sesekali anda tonton Rodja TV yang menjadi corong dakwah Wahabi, siaran dan rujukannya melulu Ibn Taimiyah dan Syaikh Bin Baz dan yang sealiran dengannya. Padahal di Saudi sendiri Syeikh Bin Baz pernah dipenjara, karena terlalu kritis dan frontal pada kerajaan Saudi.
Bin Baz pernah dipenjara pada tahun 1940-an, masa pemerintahan Raja Abdul Aziz. Saat itu di Saudi baru ditemukan cadangan minyak lalu sang Raja mengundang Presiden Amerika, Franklin Delano Roosvelt. Kedua Negara sepakat akan membuat perusahaan Aramco (The Arabian American Oil Company). Perusahaan Amerika-Arab ini kemudian yang memonopoli industri minyak Saudi.
Segera setelah itu ribuan ahli minyak Amerika dan insinyur kontruksi membanjiri Saudi. mereka membangun jalan, hotel, mall, lapangan udara. Saudi yang awalnya gersang, tandus, miskin, berubah dalam sekejap menjadi kota modern dan kaya.
Melihat itu Bin Baz mengeluarkan fatwa: “ Adalah haram mempekerjakanpegawai non-Muslim, baik laki-laki apupunperempuan, sopir non-Muslim, atau pekerja non-Muslim di Teluk Arab karena Nabi memerintahkan semua orang Yahudi dan Kristen untuk keluar dan yang tersisa hanya orang Muslim. Kehadiran mereka berbahaya bagi orang Muslim: kepercayaannya, moralitasnya, dan pendidikan anak-anaknya.”
Lucu memang, wahabi Indonesia menjadikan panutan orang-orang yang bahkan di negaranya sendiri tidak disukai karena kerap memicu konflik. Zakir Naik, misalnya dipuja-puja. Diambil kata-katanya, didiskusikan pemikirannya. Di negaranya sendiri dianggap teroris, dan kabar teranyar dia akan dijebloskan ke penjara.
Saudi memang perlu melakukan ‘warning’ pada mereka yang mengaku Wahabi. Negara teluk ini sejak dipimpin Raja Abdullah (2005-2009) mulai menghilangkan pemikiran dan tindakan fanatis dan konservatif yang dulu sangat ditekankan. Ia melakukan sejumlah reformasi seperti mengangkat perempuan sebagai anggota majelis syuro (MPR) nya Saudi.
Hal yang paling membuat geger warga Saudi, adanya aturan membolehkan mahasiswa laki-laki dan perempuan bercampur dalam satu kelas, seperti yang terjadi di King Abdullah University of Science Technology (KAUST). Ini merupakan hal baru di sana. Sebelumnya tak pernah ada satu kampus pun yang membolehkan percampuran semacam ini.
Ulama garis keras di sana pun tak bebas bicara dan berkomentar. Syaikh Dr Saad bin Abdul Aziz bin Nasir Shitri dipecat karena secara publk berkomentar bahwa percampuran laki-laki dan perempuan dalam kelas adalah haram. Raja Abdullah ketika itu pun langsung mengeluarkan aturan: “Hanya Ulama Senior dan Mendapat Izin Raja yang Bisa Mengeluarkan Fatwa”. Rupanya pemerintahan Saudi juga kerepotan dengan keberadaan ulama garis keras. (Sumber: nu.or.id)
Jika pemerintah Saudi berusaha memoderatkan negerinya dari ulama garis keras, berbeda dengan di Indosia. Semua orang berbicara atas nama agama. Atas nama demokrasi mereka berani mengeluarkan pernyataan-pernyataa kontroversial yang menganggu kerukunan umat beragama.
Lihatlah setiap hari kita dijejali dengan pemberitaan yang penuh dengan isu sara. Provokatornya tak lain mereka yang mengaku habib dan ulama. Pemeritnah harusnya tak perlu takut mengeluarkan aturan serupa serti di Saudi dan Malaysia. Sertifkasi ulama perlu dijalankan. Sebab kalau tida kita akan terus diadu domba atas nama agama.
Ah, saya hanya mengelus dada, di negara lain orang-orang sibuk bersaing membuat teknologi masa depan, sedangkan kita masih meributkan agama.
0 Response to "WAHABI INDONESIA DISEMPROT MENTERI SAUDI"
Posting Komentar