TENANGNYA JOKOWI, DAN PERAN PROXY SBY SINGKIRKAN ANIES DAN PRABOWO






seword.com- Benar. Jokowi memiliki kecerdasan politik hebat. Tulisan ini secara awal dikeluarkan untuk menjawab pikiran yang berkecamuk terkait Jokowi. Tenangnya Jokowi menghadapi peta politik terakhir. Dan, betapa publik tidak memahami peta politik yang sesungguhnya – yang menjadi sebab Jokowi begitu tenang dalam menghadapi kisruh politik.

Panasnya politik pasca Pilkada DKI 2017 telah mengubah seluruh pandangan subyektif tentang NKRI. Tentang Pancasila, tentang bahaya Islam radikal. Tentang HTI berpaham khilafah yang akan mengganti Pancasila. Tentang naiknya Anies dan kriminalisasi Ahok yang dipicu oleh provokasi SBY.

Jusuf Kalla

Dan, puncaknya ketika secara segar dan trengginas Jusuf Kalla bergandengan tangan dengan Prabowo mendukung Anies. Yang lebih panas lagi FPI, FUI dan Islam radikal berpelukan sejalan menuju satu titik: menghancurkan Ahok.

Ahok adalah representasi kepemimpinan yang waras, yang awalnya didikan idealisme dan nasionalisme Prabowo-Mega. Demikian pula Jokowi. Namun, akibat Prabowo disuguhi delusi dan halusinasi kekuasaan oleh orang di sekelilingnya, maka 15 tahun perjuangan itu harus dilanjutkan. Prabowo harus menjadi presiden dengan segala cara.

Prabowo digambarkan sebagai presidential contender against Jokowi yang paling kuat. Saking bernafsunya dia, maka strategi politik polarisasi dukungan sejak kekalahan Prabowo-Hatta dengan sangat hebat berhasil dijalankan. Itu semua adalah gambaran blind-sided yang termakan di kepala baik pendukung Jokowi maupun Prabowo.

Maka ketika Ahok dijungkalkan lewat kriminalisasi kaum Bumi datar, Islam radikal, dan peran fenomenal Jusuf Kalla dalam pembiaran politik identitas Islam radikal, rakyat tersentak. Bahkan ketika Eep Saefullah memerkenalkan politik RAISA (ras, agama, intoleransi, suku, antargolongan) dengan masjid sebagai alat dan tempat kampanye politik, Jusuf Kalla melakukan pembiaran. Ini mengejutkan publik.

Memang Jusuf Kalla kaya-raya. Dia adalah kekuatan di Indonesia Timur. Memang jika dibiarkan normal, tanpa intervensi politik, Jusuf Kalla memiliki pengaruh sekitar 4-6% dukungan suara nasional. Posisinya di DMI (Dewan Masjid Indonesia), dan simpati dari kalangan Islam radikal, karena Jusuf Kalla-lah yang dianggap komplet. Dia orang Golkar, muslim, kaya raya, bekas HMI, pimpinan organisasi masjid, memiliki pengaruh. Jokowi pun paham betul soal itu. Itu pun dipahami oleh semua orang. Anda dan saya.

Gambaran Jusuf Kalla yang seperti itu membuat dia ditakuti. Berbagai analisis menenpatkannya sebagai ancaman terbesar politik. Bahkan ketika penyingkiran Setya Novanto terjadi melalui kasus korupsi Setya Novanto, dia juga dianggap sebagai representasi musuh perebutan Golkar. Benarkah demikian?



Publik tentunya lupa bahwa sesungguhnya dalam awal naiknya Anies, justru SBY-lah yang berkepentingan. Demi Agus. Caranya Ahok harus disingkirkan. Nah, saat itu masuklah Jusuf Kalla demi Aksa Mahmud dan Erwin Aksa.

Telikungan Jusuf Kalla ini disambut hangat oleh kalangan Islam radikal. Bahkan saking bernafsunya manusia buron provokator dan teroris Zakir Naek pun diundang menemuinya. Kaum Bumi datar bersorak. Ini yang dianggap sebagai wujud kekuatannya. Padahal kalangan Islam radikal bukan mayoritas. Yang memenangkannya – jika informasi itu benar – adalah kekuatan uang. Fahri Hamzah menyebut nilai uang triliunan dikeluarkan untuk kemenangan Anies.

SBY

SBY adalah pemimpin kelompok dan kroni selama 10 tahun. Kekuatan uang dia bersama mereka hampir tidak ada batas. Hatta Rajasa, Riza Chalid dan bahkan Setya Novanto dan banyak orang lainnya adalah barisan satu gerbong para penguasa kaya raya di Indonesia yang aman nyaman selama 10 tahun.

SBY pun tidak lupa menanam majelis taklim politik yang sangat kuat. Dia juga sejak awal membiarkan peternakan HTI, FPI, FUI selama 10 tahun rezimnya. Inilah modal yang luar biasa, yang dengan sekali jentik, semua bergerak dengan gesit. Ini dibuktikan dengan kemenangan Anies di Pilkada DKI 2017.

Namun demikian, sesungguhnya, di dalam pertarungan politik 2019, SBY berpotensi menyingkirkan baik Anies maupun Prabowo. Posisi partai Demokrat menjadi penentu bersama PAN (17,78%) suara di DPR. Aliansi Gerindra dan PKS tidak cukup untuk mengusung capres (18,1%) suara di DPR. Ini penyebab Fadli Zon kehilangan energi belakangan. Maka perjuangan mereka hanya ada di UU Ormas dan Judicial Review soal UU Pemilu.

Demokrat yang pasti menggandeng PAN hanya tinggal mengambil satu partai PPP (6,53%) suara di DPR atau PKB (9,04%) suara di DPR. Manuver ini bisa mencalonkan capres dan cawapres alternatif. Hal ini pun berlaku untuk Prabowo. Itulah sebabnya sejak saat ini PKB menyurakan keinginan agar Muhaimin Iskandar menjadi cawapres mendampingi Jokowi. Suatu bargaining position yang cerdas. Ini yang publik tidak pahami.

Artinya, Prabowo dan SBY saling menyingkirkan. Dan, dalam kontestasi demikian nama Anies tinggal kenangan. Tidak dihitung sama sekali. Ini yang di kalangan parpol adem ayem karena maneuver parpol sudah terpetakan. Dan, Jokowi adalah masternya dalam hal ini. Namun demikian dia juga perlu penguatan untuk bisa mengatur ritme partai-partai – dalam menghadapi perang proxy ala SBY dan JK ini.

Maka ketika publik terlalu paranoid dan memerhitungkan tentang Jusuf Kalla dengan proxy-nya Anies, sesungguhnya publik terjebak dengan riak politik di permukaan. Yang harus diwaspadai justru SBY – dan AH2, selain JK yang menjadi orang ketiga berpengaruh di kalangan Islam radikal. Dan Jokowi pun sangat paham akan peta politik seperti ini. Demikian the Operators. Salam bahagia ala saya.



0 Response to "TENANGNYA JOKOWI, DAN PERAN PROXY SBY SINGKIRKAN ANIES DAN PRABOWO"

Posting Komentar