PROGRAM PINTAS DAN TAK BERKELAS PEMPROV DKI JAKARTA






seword.com- Baru-baru ini Pemrov DKI mewacanakan akan disediakannya seorang psikolog yang nantinya akan ditempatkan pada puskesmas-puskesmas yang tersebar di DKI Jakarta. Jadi satu psikolog akan membawahi satu puskesmas.

DKI Jakarta terdiri dari 44 Kecamatan, jadi psikolog yang akan ditempatkan berjumlah 44 orang. Penempatan ke – 44 orang psikolog ini akan dibiayai oleh APBD DKI Jakarta yang menurut perkiraan Sekda DKI Saefullah Rp. 7.04 miliar.

Apakah program Pemrov DKI Jakarta ini efekftif ?

Mari kita hitung, bila satu Kecamatan terdapat satu Puskesmas, dimana tiap satu Puskesmas akan membawahi 30.000 warga. Apakah cukup satu psikolog akan menjaga 30.000 warganya agar tidak stress.

Stress sendiri sebenarnya tergantung dari berbagai aspek. Ada aspek ekonomi, pendidikan, kesulitan dalam memperoleh akses juga bisa menyebabkan seseorang stress. Pada anak sekolah, mendapat nilai C aja bisa stress apalagi kalau sempat tidak naik kelas.

"Salah satu visi gubernur, wagub adalah maju kotanya bahagia warganya. Dari angka statistik, dua persen penduduk stres. Beliau (gubernur) berkesimpulan perlu (psikolog)," kata Sekda DKI Saefullah dalam rapat Banggar di DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (6/11/2017).

Benarkah ada dua persen penduduk DKI Jakarta stress ? Apa ukuran stress bagi Pemprov DKI Jakarta ? Bukankah kepadatan kota Jakarta sendiri sudah membuat orang stress ?

Lalu, dengan penempatan psikolog di tiap Puskesmas akan bisa menekan dua persen penduduk yang stress ini ? Program ini jelas sangat tidak efektif. Bukankah Pemrov DKI Jakarta sudah mempunyai SDM yang mumpuni untuk menangani masalah stress ini ?

Bila merujuk stress pada penduduk, bila kejadian di sekolah bukankah ada bimbingan konseling yang telah disediakan oleh sekolah ? Sehingga setiap murid yang mengalami masalah (stress) bisa langsung berkomunikasi dengan konselor yang disediakan oleh sekolah.

Bila kejadiannya dirumah sakit, bukankah setiap rumah sakit telah mempunyai tenaga psikolog ? Seluruh psikolog yang telah ditempatkan di tiap rumah sakit juga mampu memberikan solusi pada setiap masalah (stress) pada pasien.



Seharusnya sebelum Pemrov DKI Jakarta membuat terobosan, harus mampu mendeteksi mengapa penduduknya mangalami stress. Jakarta tanpa disuruhpun penduduknya sudah stress, tetapi stress yang seperti apa yang mereka alami.

Menghadirkan psikolog justru tidak akan membuat orang stress di Jakarta menurun. Untuk menurunkan stress di Kota Jakarta maka yang diperlukan adalah perbaiki otak penduduk dengan menghadirkan pendidikan berkualitas yang gratis, permudah masyrakat dalam mencari makan dan permudah masyarakat untuk mencari pendapatan.

Artinya amankan Otak, Perut dan Dompet maka bahagialah warganya. Persoalan dihampir setiap orang adalah hanya ketiga hal tersebut. Kalau seluruh masalah itu sudah mempunyai akses sendiri maka niscaya orang tersebut akan senang. Begitu juga sebaliknya.

Saefullah juga mengatakan akan ada pengadaan konselor bagi perempuan. Konselor tersebut merupakan bagian dari program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

"Selain itu dialokasikan pula anggaran sebesar Rp 1,72 miliar untuk penyediaan 24 konselor khusus pada P2TP2A," terangnya

Inilah Pemerintah, selalu cenderung mencari jalan pintas untuk menyelesaikan sesuatu. Bukan menanamkan sesuatu agar berkembang di kemudian hari. Ini adalah program yang tidak efektif sama sekali.

Sia-sia 7.04 miliar dan 1.72 miliar demi program yang tidak efektif sama sekali.

0 Response to "PROGRAM PINTAS DAN TAK BERKELAS PEMPROV DKI JAKARTA"

Posting Komentar