EFEK PILKADA YANG RAUWIS-UWIS






Kalau Anda mungkin bingung apa sih maksud judul di atas, sini saya beri translatenya. Kurang lebih artinya "Efek Pilkada yang Tak Kunjung Selesai (Masih Berbuntut Panjang)". Sengaja saya mengangkat frase itu karena seperti lebih menggambarkan perasaan saya kala menulis ini, semoga nggak dimarahi editor ya"...

Mungkin banyak yang sudah membaca mulai dari broadcast di WA Grup pagi tadi hingga akhirnya beritanya mulai masuk di media mainstream siang hari. Singkat cerita untuk yang belum tahu, kemarin Anies Baswedan diundang ke acara alumni Kolese Kanisius. Saat Anies berpidato, lima menit kemudian, Ananda Sukarlan dan alumni lain keluar dari ruangan dan baru kembali saat Anies sudah pulang. Saat mengucapkan pidato singkat usai menerima penghargaan dari almamaternya, Ananda sempat menyampaikan sedikit uneg-uneg yang mungkin menggambarkan perasaan banyak orang yang hadir kala itu. Kurang lebih salah satu isinya seperti ini, kalau mau melihat video lengkapnya banyak beredar di media sosial.


Saya muslim, dan di CC kita buat perbedaan dengan bersatu.. Bukan malah memecah belah dgn perbedaan.. Saya protes sama panitia kenapa mengundang tokoh yang malah memecah belah dengan isu perbedaan. Tokoh yang dapat jabatan karena memecah belah.."

Oke, saya akan bela Anies lebih dulu. Dugaan saya Anies diundang dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Alumni Kanisius kan banyak yang orang sukses, tentu kalau membuat acara tak main-main. Wajar kalau acara seperti itu akan mengundang pejabat setempat. Jangankan sekolah sekelas Kanisius, acara anak TK saja bisa mengundang Ibu Kapolsek, Ibu Lurah, dan Ibu-Ibu pejabat di lingkungan sekolah tersebut.

Sebagai undangan memang kewajiban pengundang (panitia) untuk memperlakukan dengan baik. Sejauh yang saya baca, Ananda bukan bagian dari panitia dan panitia yang bertugas juga tidak melakukan hal yang merugikan Anies. Cuma memang bagaimanapun cerita walk out dan kata-kata tegas Ananda ini untuk sebagian orang mungkin terlihat sebagai sikap emosional.

Sikap emosional itu memang kalau tidak dikelola dengan baik seringkali akhirnya malah jadi boomerang. Seperti saat ini banyak yang justru merasa alumni Kanisius tidak menghormati Anies. Tapi Ananda sendiri sudah menegaskan bahwa itu adalah sikapnya sebagai individu bukan mewakili institusi. Tapi pastilah akan ada damage control yang harus dilakukan setelah kejadian ini kalau tidak mau memperuncing masalah yang sudah ada.



Ananda ini ibarat anak yang jengah dengan salah satu tante yang rese di acara keluarga yang mungkin terlalu banyak berteori atau mendesak soal menikah. Saking muaknya akhirnya Ia memilih pergi dari acara dan baru balik ketika yang bersangkutan pulang. Orang yang paham akan maklum, tapi pasti juga banyak yang ngomongin di belakang dengan anggapan "kok tidak bisa menghormati".

Buat para pendukung Anies-Sandi kalian juga jangan menyalahkan Ananda dan kawan-kawannya 100 persen dong. Ini adalah implikasi dari apa yang kalian lakukan di Pilkada DKI Jakarta. Ahok kalian bunuh karakternya lewat beragam demo massal padahal jelas hukum sudah memprosesnya. Dan yang sangat apple to apple dengan kasus Anies ini adalah saat Djarot diundang haul Presiden Soeharto dan disoraki oleh jamaah yang hadir, malah kabarnya dilempari botol air mineral. Ya balik lagi saya kembalikan pertanyaan kalian, "ngapain ngundang kalau kemudian diperlakukan seperti itu?". Apalagi kala itu konteksnya pengajian, sudah bagus Pak Djarot meluangkan waktu ikut berdoa buat almarhum.

Jangan lupa juga soal Djarot yang diusir dari Masjid usai salat Jum'at. Jadi kalau kalian sekarang bilang Ananda dkk tidak beradab, lah kalian sudah menunjukkan adab yang baik belum? Itu orang salat berjamaah setelah itu kalian usir. Salahnya Beliau apa? Kalau nggak suka dengan kehadiran Beliau ya kalian sajalah yang meninggalkan masjid lebih dulu tanpa harus berbasa-basi. Bukan dengan mengusir.

Jadi ya apa yang terjadi kemarin bisa dibilang adalah luapan emosi. Dan karena Kanisius itu sekolah khusus cowok, anda tahu kan laki-laki itu kalau jantan nggak suka ya bilang nggak suka tanpa perlu manis di bibir rasan-rasan di belakang. Dan mungkin itu yang Ananda lakukan kemarin karena gregetan Ia pun menegur panitia yang mengundang Anies karena dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Kanisian.

Tapi ya mau sampai kapan hal seperti ini terjadi? Nanti yang ada malah saling membalas tanpa ujung. Apalagi saya lihat komentar-komentar di media sosial mulai tidak sehat seperti Kanisius dianggap menantang, bawa-bawa persoalan SARA, dll. Ketakutan saya adalah karena kubu itu terkenal banyak preman-preman yang jadi pendukung dan dari dulu pun sering nekat, jangan sampailah anak-anak yang masih sekolah di sana jadi menanggung buntut masalah ini. Tapi semoga saja tidak ya, semoga ini cuma bentuk ketakutan dan trauma dengan banyaknya kejadian persekusi lalu apalagi posisi junjungannya sedang berkuasa.

Kita bukan diam dan mengalah begitu saja namun strategi terbaik harus disiapkan menghadapi orang-orang seperti ini. Kritisi saja kebijakan dan tingkah polahnya, tapi jangan sampai melakukan sesuatu yang membuat mereka seolah malah punya senjata untuk spin issues baru dan berulah lagi.

Toh seperti kejadian di Solo di mana banyak masyarakat yang kurang menyambut baik kehadiran Anies itu bisa jadi bukti bahwa jaman sekarang rakyat juga bisa menilai. Kecuali mereka yang memang buta hati dan matanya melihat fakta yang ada. Mungkin tak banyak yang menduga di daerah orang-orang juga memantau apa yang terjadi di Jakarta. Jangan salah penduduk daerah bisa jadi lebih cerdas dan open minded daripada warga Ibukota. Karma itu sekarang datangnya cepat, nggak perlu ikutan bertingkah gila. Duduk manis saja dan kita tinggal melihat.

0 Response to "EFEK PILKADA YANG RAUWIS-UWIS"

Posting Komentar