DULU DIBELA ANIES, SEKARANG LUAR BATANG TERGENANG 15 CM, PIYE KABARE?






Rumah warga di RT 03 RW 03 Luar Batang, Penjaringan Jakarta Utara terendam air. Mengapa bisa terjadi genangan tersebut? Sebelum kita membawa-bawa nama langit, mari kita analisis perlahan penyebabnya. Ternyata di Luar Batang, tempat yang sempat menolak relokasi yang ditawarkan Ahok pada saat ia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Akhirnya, Ahok pun tidak melakukan penggusuran, lantaran fitnah-fitnah yang pada saat itu dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.

"Jadi kalau ada yang bilang, Bang Yusril (Ihza Mahendra bakal calon gubernur DKI) bilang saya mau gusur makam dan masjid, itu fitnah… Tapi itu, aduh, Pilkada ini kadang-kadang, saya kasihan tahu enggak! Jadi orang mau jadi gubernur, mau nantang saya, harus memikirkan program. Jangan setiap hari cuma memikirkan bagaimana mengalahkan Ahok pakai fitnah-fitnah. Kasihan… Kita bukan mau menggusur Kampung Luar Batang, tapi kita mau bereskan sheetpile (dinding turap) sungai semua…" kata Ahok di Kantor Wali Kota Jakarta Utara, Jl Laksda Yos Sudarso, Jakarta Utara, Selasa (29/3/2016). SUMBER

Dengan wacana yang kira-kira berbunyi “Kafir ingin menggusur masjid”, maka Ahok lebih terlihat menarik diri dari kepeduliannya terhadap kampung Luar Batang. Ia hanya menyelesaikan sheetpile alias turap-turap yang berfungsi sebagai tanggul. Namun rasanya tanggul yang dibangun belum selesai, dan para warga yang tinggal di sana, berharap dengan tembok rumah, air tidak tembus. Akhirnya ketika Ahok lepas tangan dengan Kampung Luar Batang karena ditolak dan massa yang sempat terprovokasi, mendapat buahnya hari ini.

Melalui pemberitaan dan pantauan detikcom di lokasi Senin (6 November 2017) siang, terdapat sekitar 35 orang dari dinas Sumber Daya Air Jakarta Utara dan petugas PPSU Jakarta Utara sedang berbenah dan mencoba untuk menyelesaikan tembok yang jebol karena tak kuasa menahan air. Dramatis sekali kalimatnya. Tak kuasa menahan air? Air mata tong? SUMBER

Entah saya harus gembira atau sedih. Jikalau saya gembira karena mereka kena batunya, nanti saya dibilang durhaka sama warga Kampung Luar Batang. Namun jika saya sedih, saya pun sulit menerima lepasnya Ahok di dalam memimpin kota Jakarta, karena isu yang digoreng secara politik. Ini serba susah. Maklumi saya, para pembaca Seword yang mulia, saya masih sulit menerima fakta berlian yang ditukar dengan batu kali tepat menyembunyikan kotoran ikan.

Pasang laut yang tinggi, membuat tembok rumah yang dijadikan tanggul, lagi-lagi tak kuasa menahan beratnya tekanan yang diterima dari kubu oposisi. Tanggul di Belanda memiliki ketebalan sekitar 2 sampai 5 meter berhadapan laut. Namun di Kampung Apung, tembok rumah memiliki kisaran kurang lebih 20cm sampai 50 cm. Maka otomatis, tanggul tersebut tak kuasa menahan beratnya air laut yang sedang pasang.



Satu rumah pun jadi korban luluh lantak dari tekanan air laut. Air tawar memiliki massa jenis yang lebih besar dari air tawar. Petugas Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BPBD DKI Jakarta mengatakan bahwa tanggul jebol. Namun berseberangan informasi, petugas dari Sudin Air Jakarta, mengatakan bahwa air masuk dari atas tanggul. Jadi siapa yang benar?

Menurut apa yang saya pikirkan, penjelasan dari BPBD lebih masuk akal, karena ada rumah yang hancur, akibat jebolnya tanggul. Jadi mau bagaimanapun juga, tanggul itu jebol. Jika mengalir dari atas pun, tetap saja air laut berhasil menjebolkan tanggul yang lama. Maka, secara ideal, apa yang dikerjakan Ahok selama ia menjabat sebagai Gubernur sudah tepat. Seharusnya jalan inspeksi menjadi tempat yang berhubungan langsung dengan daerah tanggul.

Karena jika tiba-tiba air pasang dan jebol, tidak ada warga yang dirugikan, dan pengerjaan perbaikan tanggul bisa berjalan lancar tanpa harus mengganggu aktivitas warga. Inilah yang tidak dikompromikan oleh Ahok. Setiap programnya jelas tidak akan menjadi program yang favorit. Warga bantaran akan merasa dirugikan. Padahal jika programnya berjalan dengan baik, saya percaya Jakarta memiliki sistem tata air yang tidak kalah dari Belanda. Namun lagi-lagi nasi sudah menjadi bubur, dan bubur sudah menjadi basi berbelatung.



Mungkin mereka lebih rela digusur oleh rekan seiman, ketimbang yang bukan seiman. Namun pertanyaan selanjutnya, apakah Anies Sandi akan memerdulikan mereka, atau malah acuh terhadap mereka? Lagi-lagi, ini adalah bentuk keberpihakan.

0 Response to "DULU DIBELA ANIES, SEKARANG LUAR BATANG TERGENANG 15 CM, PIYE KABARE?"

Posting Komentar