TERIAKAN “ALLAHUAKBAR” DI SIDANG BUNI YANI TIDAK SESUAI SYARIAH






Buni Yani akhirnya divonis 1.5 tahun penjara. Namun berbeda dengan Ahok, Buni Yani tidak langsung diseret dan ditahan. Buni Yani masih memiliki kesempatan untuk banding dalam 7 hari ke depan.

Berkat keputusan hakim yang tidak langsung menahan Buni Yani, banyak yang mempertanyakan dan membandingkan dengan kasus Ahok. Para pakar hukum, pengamat dan hakim sendiri pun tidak ada yang bisa memberi penjelasan terkait perbedaan keputusan ini.

Namun dalam logika sederhana saya menyebutkan, Ahok memang harus langsung ditahan karena itu menyangkut soal keamanan. Bisa dibayangkan kalau Ahok sudah divonis 2 tahun penjara namun tidak langsung ditahan, maka massa preman dari kelompok radikal dan teroris itu akan langsung bereaksi keras. Vonis hakim akan dijadikan alasan bagi mereka untuk melakukan sesuatu, melampiaskan emosi dan tindakan-tindakan kriminal.

Sama seperti saat MUI kebobolan mengeluarkan fatwa Ahok menista agama, tak lama setelah itu langsung terjadi demo besar-besaran. Penghujatan, cacian, makian serta ancaman gantung dan membunuh Ahok di ruang publik. Di jalanan, mereka tanpa rasa takut sedikitpun kepada polisi dan semua orang yang melihatnya, secara terbuka menyampaikan ancaman yang melanggar hukum.

Bagi saya, kalau Ahok tidak langsung ditahan waktu itu juga, kemudian diberi kesempatan bebas sebelum melakukan banding, maka para ormas radikal dan teroris itu akan punya waktu untuk melakukan konsulidasi dan beraksi lebih besar dan gila-gilaan lagi. Sebab apa? sebab mereka punya alasan yang lebih kuat, yakni fatwa MUI dan vonis hakim. Mereka juga bergerak atas nama Islam, atas nama Tuhan, sehingga mereka merasa punya hak untuk melanggar hukum apapun di negeri ini. Lalu kalau Polisi bergerak menangkap? Atau bahkan terjadi insiden pemukulan? Ya memang itu yang paling diharapkan oleh kelompok radikal dan teroris tersebut.

Jika terjadi insiden, itu akan dijadikan alat sebagai propaganda bahwa mereka didzolimi. Mereka dihalang-halangi membela Islam, dilawan saat membela Tuhan dan seterusnya. Jancok memang, tapi ya begitulah manusia-manusia radikal dan teroris itu, tugas mereka memang membuat kerusuhan. Karena kalaupun gagal revolusi, minimal pemerintah tidak bisa bekerja dengan maksimal.

Namun untungnya Ahok sangat dewasa dalam berpolitik. Setelah divonis 2 tahun penjara, dia menolak untuk lakukan banding. Dia juga menerima begitu saja keputusan langsung ditahan. Sehingga skenario para kaum radikal dan teroris itu tak terlaksana, dan negara kita kembali aman dan damai. Tak ada lagi teriakan Allahuakbar di jalanan ibu kota.

Sementara Buni Yani, tidak langsung ditahan karena memang tidak memiliki pengaruh apa-apa. Tidak akan ada yang mau menyerang atau mendemonya, sebab Buni Yani memang tidak penting. Bahwa dia dituduh sebagai pemicu dari kerusuhan dan demo berjilid-jilid, yang merasa dirugikan dengan itu adalah kelompok orang yang cinta damai dan taat hukum. Bukan kalangan ormas radikal dan teroris.



Semoga ini menjawab pertanyaan teman-teman. Dan kita sebagai kelompok cinta damai, bukan teroris, bukan kelompok radikal, bukan juga tukang ngibul dan tukang kabur, sudah sewajarnya kalau kita memantau proses hukum yang berjalan. Tak perlu intervensi atau demo berjilid-jilid.

“Allahuakbar” di ruang sidang

Setelah vonis hakim dibacakan, Buni Yani tampak mengepalkan tangannnya dan mengucapkan “Allahuakbar.” Setelah itu para pendukung kerap berteriak Allahuakbar, entah karena apa. Saya juga kurang tau apa maksud Buni Yani berteriak “Allahuakbar,” dengan cara seperti itu dan di saat dirinya sedang dijatuhi hukuman.

Namun sebagai muslim, sejauh yang saya ketahui, ucapan “Allahuakbar” adalah salah satu ucapan dzikir, kalimat suci yang berarti Allah Maha besar. Sebagai muslim, kita dianjurkan untuk berdzikir mengingat Tuhan, di waktu pagi dan petang.

“Allahuakbar” juga merupakan salah satu dzikir yang diucapkan saat menyambut hari raya Idul Adha atau Idul Fitri. “Allahuakbar” juga dikumbandangkan saat adzan dan dalam setiap perpindahan gerakan shalat. Begitu agung dan mulia takbir “Allahuakbar,” sehingga diucapkan dalam setiap ritual ibadah ummat Islam.

Di luar ibadah shalat dan adzan, berdzikir dengan mengucap “Allahuakbar” juga dibolehkan, malah dianjurkan. Namun dalam Alquran disebutkan, agar kita menyebut nama Allah dengan penuh damai dan sejuk. Seperti firman Allah dalam Al-A’raf ayat 205. “Sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”

Menyebut nama Tuhan dengan “Allahuakbar” sejatinya adalah cara kita merendahkan diri. Mengingat betapa kita ini hina dan tidak punya kekuatan apa-apa. Tapi kalau melihat Buni Yani mengepalkan tangannya di hadapan hakim yang membacakan vonis hukuman, sambil berkali-kali teriak “Allahuakbar” saya melihat ada keangkuhan. “Allahuakbar” yang seharusnya diucapkan begitu khusuk, malah nampak seperti teriakan-teriakan pembelaan untuk melawan para hakim. Astaghfirullah….

Seharusnya para ulama, ustad dan kyai mau buka suara soal penggunaan takbir “Allahuakbar” ini. Jangan sampai takbir “Allahuakbar” dijadikan alat untuk membenarkan diri sendiri dan sekelompok golongan dari perbuatan atau tindakan tercela. Jangan sampai takbir “Allahuakbar” dijadikan tameng untuk membela penjahat. Jangan sampai takbir “Allahuakbar” meninggikan hati para pengucapnya seolah-olah mereka paling suci sementara lawannya atau orang yang tidak disukainya adalah setan terkutuk.

Ayolah para kyai, ustad dan ulama, bersuaralah. Bantu saya, bantu kami mengerti dan mencintai agama Islam dengan benar. Bantu ummat untuk berdzikir di tempat-tempat yang suci. Bantu ummat memahami bahwa “Allahuakbar” itu tak pantas dijadikan tameng dan membuat para pengucapnya merasa lebih berkuasa dan suci. Begitulah kura-kura.

0 Response to "TERIAKAN “ALLAHUAKBAR” DI SIDANG BUNI YANI TIDAK SESUAI SYARIAH "

Posting Komentar